NEWSTIPIKOR.COM | Luwu Timur – Anggota DPRD Sulawesi Selatan fraksi PDI P, Drs.Esra Lamban, melakukan dialog tatap muka di Dusun Landangi,Desa Matano, Kecamatan Nuha, Jumat (4/12).
Ia mengungkapkan dalam dialognya,menurut Undang-undang 41 Tahun 1999 dalam Pasal 18 ayat (2), luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai atau pulau dengan sebaran yang proporsional.
Dalam hal ini Provinsi Sulawesi Selatan telah mencukupi luas lahan minimal. Meski demikian di lapangan masih dijumpai bahwa fungsi kawasan hutan belum optimal atau tidak seimbang antara manfaat ekologi, manfaat sosial dan manfaat ekonomi.
“Hal ini disebabkan kawasan hutan banyak mengalami kerusakan, sebagaimana dapat dilihat dari angka lahan kritis kawasan hutan di Sulawesi Selatan saat ini mencapai 516.399,50 ha yang terdiri dari lahan sangat kritis 96.575,39 ha dan kritis 419.824,11 ha,”ungkap Esra.
Dialog dan tatap muka itu digelar dalam rangka sosialisasi dan penyebarluasan produk hukum daerah Provinsi Sulsel. Produk hukum dimaksud adalah Perda no. 1 tahun 2017 tentang pengendalian lahan kritis di Sulawesi Selatan.
“Pengendalian lahan kritis dilakukan dengan memperhatikan kearifan lokal dan kemampuan ekonomi masyarakat. Peran serta masyarakat dalam Pengendalian Lahan Kritis dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan kegiatan, penyediaan bibit, penanaman dan pemeliharaan hingga tahap pengawasan,” tutur Esra.
Kegiatan tersebut dihadiri sekitar ratusan orang. Hadir pula pengusaha sekaligus tokoh masyarakat Nuha, Haeruddin.
Haeruddin mengingatkan bahwa, “Meningkatnya deforestasi mengakibatkan bencana banjir, longsor, sedimentasi, kekeringan serta tanah longsor yang terjadi beberapa tahun terakhir diberbagai penjuru
nusantara. Oleh karena itu, pemulihan lahan kritis memang sangat dibutuhkan untuk menyadarkan kita agar menjaga keseimbangan hutan dan lahan dalam mempertahankan dan meningkatkan produksi hasil hutan dan pertanian dengan tetap memperhatikan pengendalian hutan dan lahan supaya tidak rusak demi keberlangsungan kehidupan kita dan anak cucu kita,” tutup Haeruddin.
(Kadir/red)