Jakarta – Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (LBH PB SEMMI) menanggapi rekomendasi Komnas HAM tentang kasus tewasnya laskar khusus Front Pembela Islam.
“Saya mengamati rekomendasi Komnas HAM tentang tewasnya Laskar FPI masih kurang jelas ya.” Ujar Gurun Arisastra, Direktur LBH PB SEMMI saat menyampaikan keterangan tertulisnya kepada Wartawan, Sabtu (9/01/2021)
Dirinya menyayangkan rekomendasi Komnas HAM menjadi tidak jelas karena hanya menyebutkan terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap 4 (empat) orang laskar FPI namun tidak dijelaskan masuk dalam kategori berat atau ringan.
“Konferensi Pers Komnas HAM hanya menyebutkan terjadi pelanggaran HAM terhadap 4 orang laskar FPI, namun ini masuk kategori apa? Pelanggaran HAM berat atau bukan? Lalu maksudnya pengadilan pidana, itu diajukan pada pengadilan HAM atau pengadilan pidana biasa? Ini yang menjadi tidak jelas.” Ujar Gurun
Menurutnya penentuan jenis pelanggaran hak asasi manusia sangat penting karena menyangkut proses hukum yang akan dijalani kedepan.
“Penentuan jenis atau kategori pelanggaran HAM ini penting karena menyangkut proses peradilan yang akan dijalani kedepan, pelanggaran HAM berat dengan pelanggaran HAM ringan sistemnya berbeda.” Tandasnya
Gurun menjelaskan jika pelanggaran HAM berat maka hasil penyelidikan atau rekomendasi Komnas HAM disampaikan kepada Jaksa Agung untuk penyidikan dan penuntutan serta proses hukumnya diajukan pada pengadilan HAM.
“Kalau kategorinya pelanggaran HAM berat, maka hasil penyelidikan atau rekomendasi disampaikan kepada Jaksa Agung untuk penyidikan dan penuntutan pada pengadilan HAM sedangkan pelanggaran HAM ringan tidak melalui pengadilan HAM tetapi pengadilan pidana biasa seperti pada umumnya.” Papar Gurun
Lebih lanjut Gurun menambahkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM hanya dikenal pelanggaran HAM berat, yang termasuk kategori pelanggaran HAM berat adalah kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara (Pasal 8 UU 26/2000):
a. membunuh anggota kelompok;
b. mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
d. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
e. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain
Sedangkan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa (Pasal 9 UU 26/2000):
a. pembunuhan;
b. pemusnahan;
c. perbudakan;
d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
f. penyiksaan;
g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
h. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
i. penghilangan orang secara paksa; atau
j. kejahatan apartheid.
Kemudian pelanggaran HAM ringan contoh menghalangi seseorang untuk melakukan ibadah, menghalangi orang untuk menge